EKONOMI PEMBANGUNAN : PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
EKONOMI PEMBANGUNAN : PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pengertian
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi
yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan harus memerhatikan pemanfaatan
lingkungan hidup dan kelestarian lingkungannya agar kualitas lingkungan tetap
terjaga. Kelestaraian lingkungan yang tidak terjaga, akan menyebabkan daya
dukung lingkungan berkurang, atau bahkan akan hilang.
Pembangunan berkelanjutan mengandung arti sudah tercapainya keadilan
sosial dari generasi ke generasi. Dilihat dari pengertian lainnya, pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan nasional yang melestarikan fungsi dan
kemampuan ekosistem.
Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan telah diperkuat oleh kesepakatan
para pemimpin bangsa, antara lain dalam Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992,
Deklarasi Millenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi
tahun 2002.
Konsep pembangunan
berkelanjutan sebenarnya sejak sudah lama menjadi perhatian para ahli. Namun
istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul beberapa
dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak
Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersedian lahan di Inggris
akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian, perhatian
terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan
pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Meadowet
al.,1972 dalam Askar Jaya, 2004). Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987 Pembangunan
berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat,
dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan”. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan erat
dengan bagaimana mengkonservasi stok kapital. Barbier (1993) merinci tiga jenis
kapital, yaitu: man made capital (Km), human capital (Kh), dan natural capital
(Kn). Menurut Perman et al., (1996) dalam Fauzi (2004), setidaknya ada tiga
alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama,
menyangkut alasan moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan
dari sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk menyisakan
layanan sumberdaya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral
tersebut mencakup tidak mengkestraksi sumberdaya alam yang merusak lingkungan
sehingga menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati
layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi. Keanekaragaman hayati,
misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi
semestinya tidak diarahkan pada hal yang mengancam fungsi ekologi tersebut.
Ketiga, menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih
menjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini
sudah atau belum memenuhi kriteria berkelanjutan. Dimensi ekonomi keberlanjutan
sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi
ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergenerational
welfare maximization).
Konsep Pembangunan
Berkelanjutan
Konsep pembangunan
berkelanjutan sebenarnya merupakan konsep yang sederhana tetapi kompleks.
Menurut Heal, 1998 dalam Fauzi, 2004 konsep keberlanjutan ini paling tidak
mengandung dua dimensi, yaitu dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain
menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan dimensi interaksi
antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya alam dan lingkungan.
Pezzey (1992)
melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa
keberlanjutan memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan statik
diartikan sebagai pemanfaatan sumberdaya alam terbarukan dengan laju teknologi
yang konstan, sementara keberlanjutan dinamik diartikan sebagai pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus
berubah (Fauzi, 2004).
Dalam kaitannya
dengan pembangunan berkelanjutan, terdapat dua kaidah yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, yaitu (Pearce dan Turner,
1990):
Untuk sumberdaya
alam yang terbarukan (renewable resources): Lajupemanenan harus lebih kecil
atau sama dengan laju regenerasi (produksilestari).
Untuk masalah
lingkungan: Laju pembuangan (limbah) harus lebih kecil atau setara dengan
kapasitas asimilasi lingkungan.
Aspek operasional
dari konsep keberlanjutan ini dapat dipahami lebih jauh dengan adanya lima
alternatif pengertian sebagaimana yang diuraikan Perman et al., (1996) dalam
Fauzi (2004), sebagai berikut:
Suatu kondisi
dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat
tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu
(non-declining consumption).
Keberlanjutan
adalah kondisi dimana sumberdaya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara
kesempatan produksi di masa mendatang.
Keberlanjutan
adalah kondisi dimana sumberdaya alam (natural capital stock) tidak berkurang
sepanjang waktu (non-declining).
Keberlanjutan
adalah kondisi dimana sumberdaya alam dikelola untuk mempertahankan produksi
jasa sumberdaya alam.
Keberlanjutan
adalah kondisi dimana kondisi minimum keseimbangan dandaya tahan (resilience)
ekosistem terpenuhi.
Selain definisi
operasional diatas, Haris (2000) dalam Fauzi (2004) melihat bahwa konsep
keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu:
Keberlanjutan
ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan
jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari
terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan
industri.
Keberlanjutan
lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara
sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi
penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman
hayati, stabilitas ruang udara, dan fungis ekosistem lainnya yang tidak
termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
Keberlanjutan
sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu
mencapai kesetaraan, menyediakan layanan social termasuk kesehatan, pendidikan,
gender, dan akuntabilitas politik
Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia
Implementasi
pembangunan berkelanjutan telah manjadi agenda internasional, dimana setiap
negara mempunyai tanggung jawab untuk mensukseskan pembangunan berkelanjutan
secara global, baik itu negara maju maupun negara berkembang. Sebagai negara
berkembangan Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan
berkelanjutan. Indonesia dalam hal ini melalui Kementerian Lingkungan Hidup
(sejak tahun 1972) sebenarnya telah aktif terlibat mengikuti dan berperan serta
dalam berbagai pertemuan internasional serta KTT tentang pembangunan dan
lingkungan yang diadakan oleh PBB maupun organisasi lingkungan atau
negara-negara maju lainnya, mulai dari KTT pertama PBB Tahun 1972 di Stockholm
(Swedia), Forum antar negara di Nairobi (1982), KTT Bumi di Rio de Jeniro di
Brazil (1992) dan terakhir KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johanesburg, Afrika
Selatan (2002). Demikian juga dalam konferensi tahunan yang membahas tentang
dampak perubahan iklim (COP 1 sampai COP 16) yang diselenggarakan secara
bergilir di berbagai negara, Indonesia tidak pernah absen, tak terkecuali dalam
konferensi tentang keanekaragaman hayati yang merupakan agenda tidak lanjut
dari KTT Bumi di Rio. Beberapa hasil konferensi berupa kesepakatan (konvensi)
internasional baik yang mengikat maupun yang tidak mengikat telah
ditindaklanjuti (diratifikasi) oleh Indonesia menjadi Peraturan Pemerintah (PP)
bahkan Intruksi Presiden (Inpres), seperti Konvensi tentang keanekaragaman
hayati, pengurangan emisi karbon (CO2), pengelolaan lahan gambut dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari tingkat keaktifan dan keikutsertaan
Indonesia dalam berbagai forum nasional dan internasional tentu saja Indonesia
merupakan salah satu negara yang sangat aktif terlibat dalam pembahasan tentang
berbagai isu dan permasalahan lingkungan dan pembangunan baik skala regional
maupun internasional (global). Indonesia juga termasuk yang cukup bahkan sangat
tanggap dalam meratifikasi berbagai kesepakatan (konvensi maupun protocol)
internasional menjadi Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri, yang dapat
diartikan bahwa secara konseptual dan perangkat peraturan sudah sangat siap dan
sangat memahami tentang pentingnya menjalankan strategi pembangunan dengan
konsep pembanguna berkelanjutan. Dalam hal ini, Indonesia sejak tahun 1982
sudah mempunyai UU tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(KPPLH), agar lingkungan hidup dikelola secara arif dan bijaksana. Lima belas
tahun kemudian (tahun 1997) UU tersebut direvisi menjadi UU No. 23 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Selanjutnya, tahun 2009 (12 tahun
kemudian) UU tersebut direvisi lagi menjadi UU.32tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan (PPLH). Ketentuan wajib AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) bagi kegiatan usaha yang diprakirakan akan berdampak penting
terhadap lingkungan hidup sudah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No.29 Tahun 1986, yang kemudian direvisi menjadi
PP No.51 Tahun 1993 serta direvisi kembali menjadi PP No.27 Tahun
1999. Berbagai peraturan lainnya yang terkait dengan ketentuan baku mutu
lingkungan (BML) pada air, udara dan buangan limbah industri semua juga
tersedia dalam bentuk PP maupun Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan
Menteri (Permen), baik dari Menteri Lingkungan Hidup dan semua Menteri Teknis
lainnya (PU, Kehutanan, Pertanian, Industri, Pertambangan dan
lain-lain). Tetapi dalam kenyataannya pelaksanaan pembangunan di Indonesia
belum memenuhi kaedah-kaedah dalam pembangunan berkelanjutan. Banyak bukti
sebagai indikasi Indonesia belum melaksanakan pembangunan secara bekelanjutan,
salah satunya adalah kerusakan hutan salah satu indikasinya dimana kepentingan
generasi mendatang tidak diperhatikan sehingga aspek keberlanjutan (ekonomi,
ekologis maupun social) sudah tidak terjamin lagi. Kegagalan Indonesia dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan bisa diurai dari actor-aktor yang
berperan dalam pembangunan berkelanjutan. Menurut Emil Salim (2006), dalam
mengimplementasi konsep pembangunan berkelanjutan harus menekankan pentingnya segitiga
kemitraan antara pemerintah, dunia bisnis dan masyarakat madani dalam hubungan
kesetaraan dengan mengindahkan hukum ekonomi, alam-ekologi dan peradaban. Jika
ketiga aktor dalam pembangunan berkelanjutan ini bisa sinergis dan konsisten
dalam pakemnya kesusuksesan Indonesai bukan keniscayaan lagi. Selain actor,
integrasi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan belum terjalin dengan baik,
antara aspek ekonomi, social maupun ekologi. Sementara itu integrasi ketiga
aspek itu menjadi factor kunci dalam kesuksesan dalam malaksanakan pembangunan
berkelanjutan.
Implemantasi
Pembangunan Berkelanjutan dan Negara Berkembang
Implementasi
pembangunan berkelanjutan menjadi kontroversi ketika dilihat dari sudut pandang
keadaan negara sebagai negara maju, berkembang atau miskin dengan aspek
ekonomi. Selama ini perkembangan ekonomi masih menjadi tolok ukur kemajuan
setiap negara yang kemudian diidentikkan dengan tingkat peradaban sebuah
negara. Padahal Negara berkembangan ketika ingin mensejajarkan diri dengan
Negara maju, mau tidak mau harus mnggenjot aspek ekonominya. Tidak demikian
dengan Negara maju yang sudah “lebih dahulu” mengeksploitasi kemampuan (SDA)
ekonominya untuk maju. Ini bisa mnejadi tidak adil ketika Negara-negara
berkembang seperti dibatasi untuk maju dengan memanfaatkan sumber daya alamnya.
Berdasarkan
laporan dari KTT 2005, Pembangunan Berkelanjutan memiliki tiga tiang utama,
atau lebih dikenal tiga sektor pembangunan. Ketiga tiang utama tersebut adalah:
1. Sektor Ekonomi
2. Sektor Sosial, dan
3. Sektor Lingkungan
Adapun ciri-ciri dan strategi ekonomi pembangunan
CIRI :
1.
Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan
melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2.
Memanfaatkan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi
yang ramah lingkungan, sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga.
3.
Memberikan kesempatan pada sektor dan kegiatan lainnya untuk
berkembang bersama di seluruh daerah dalam kurun waktu yang sama maupun kurun
waktu yang berbeda.
4.
Meningkatkan dan melestarikan kemampuan serta fungsi ekosistem
untuk memasok sumber daya alam. Selain itu, ada upaya untuk melindungi dan
mendukung perikehidupan secara terus menerus.
5.
Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan
kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan, baik
masa kini maupun masa datang.
STRATEGI :
Pembangunan
yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial
Pembangunan yang
berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ;
meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan
kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan
distribusi kesejahteraan, Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung
dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung
dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang
menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar,
walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang
perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa
datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini
berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa
datang dalam memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan
yang Menghargai Keanekaragaman
Pemeliharaan
keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam
selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang.
Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan
keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap
orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih
dimengerti.
Pembangunan
yang Menggunakan Pendekatan Integratif
Pembangunan
berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia
mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan
memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan
sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan
yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat
dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan.
Pembangunan
yang Meminta Perspektif Jangka Panjang
Masyarakat
cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan
berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan
berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi
normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif
pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek
mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu
dipertimbangkan.
Model
migrasi Todaro memiliki 4 karateristik dasar yaitu
1)
Migrasi didorong pertimbangan ekonomi yang
rasional tetapi juga mempertimbangkan aspek psikologis. Misalnya
pertimbangan manfaat (benefits) dan biaya (costs), terutama sekali secara
financial tetapi juga secara psikologis.
2)
keputusan untuk bermigrasi lebih tergantung
pada perbedaan upah riil “yang diharapkan” daripada “yang terjadi” antara
pedesaan dan perkotaan, di mana perbedaan yang “diharakan” itu ditentukan oleh
interkasi anta dua variable yaitu perbedaan upah pedesaan-perkotaan yang
terjadi kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sector perkotaan.
3)
Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di
perkotaan berhubungan terbailk dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
4)
tingkat migrasi yang melebihi tingkat
pertumbuhan kesemptana kerja di perkotaan sangat mungkin terjadi. Oleh karena
itu, tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan merupakan hal yang tidak
terelakkan karena adanya ketidakseimbangan yang parah antara
kesempatan-kesempatan ekonomi di perkotaan dan di pedesaan pada hamper semua
NSB.
Kebijakan untuk menarik org kota kmbali ke desa
1. Persebaran
pembangunan industri sampai ke daerah-daerah.
2. Peningkatan
pendapatan masyarakat desa melalui intensifikasi dan Koperasi Unit Desa.
3. Pembangunan
fasilitas yang lebih lengkap seperti pendidikan dan kesehatan.
4. Pembangunan
jaringan jalan sampai ke desa-desa sehingga hubungan antara desa dan kota
menjadi lancar.
5. Meningkatkan penyuluhan program Keluarga Berencana
untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di pedesaan
Komentar
Posting Komentar